Saturday, May 23, 2015

Mengasah Keterampilan Prabaca Anak

Pada ingat ga sih kapan dulu pertama kali bisa baca dan gimana proses belajarnya? Saya kok ga ada memori soal itu ya. Pokoknya tau-tau udah bisa aja (padahal pastinya bukan ‘tau-tau’ ya) hehe…

Proses belajar baca itu kompleks. Kebanyakan anak bisa baca usia 6-7 tahun (pas lah sama usia masuk SD), sementara critical period saat anak sedang siap-siapnya cepat-cepatnya menyerap bahasa lisan dan tulisan itu sekitar usia 3-6 tahun. Namun keterampilan prabaca (pre-reading skills) yang jadi dasar untuk jadi pembaca yang baik, sebenarnya mulai bisa dibangun bahkan sebelum usia setahun. Keterampilan prabaca ini bisa secara alamiah berkembang seiring bertambahnya usia anak, melalui permainan, eksplorasi, serta interaksi sehari-hari dengan orang dewasa yang sayang dan responsif (saya bold nih, biar ga pada mikirnya kalau mau anak bisa cepat baca harus ikut kursus baca, apalagi terus yang pakainya metode drilling dan worksheet). Kuncinya pada pengalaman bermain dan pengasuhan yang responsif. Alhamdulillah berarti orang tua dan pengasuh saya dulu kasih bekal yang oke buat asah keterampilan prabaca, jadi pas belajar baca formalnya ga terkendala.

Apa aja sih keterampilan prabaca itu dan stimulasi apa yang bisa orangtua kasih buat anak? Yuk kita bahas..

1.     Kesadaran tulisan cetak (print awareness)
Maksudnya, anak bisa paham kalau tulisan itu mewakili kata-kata lisan dan tau gimana sih cara pegang dan baca buku yang benar (dari halaman judul/ cover sampai ke halaman akhir, baca kalimat dari kiri ke kanan, buka halaman satu per satu biar ceritanya runut).

Gimana biar anak paham? Sering-seringlah ajak anak baca buku dan pilih buku yang tulisannya besar untuk tahap awal. Mulai waktu cerita dengan kasih tau judul bukunya, pengarang, dan ilustrator. “Yuk baca buku ini. Judulnya ‘Aku Anak Jujur’. Yang nulis ceritanya namanya……, dan yang buat gambar-gambarnya itu namanya ……”. Selagi waktu cerita, tunjuk kata-kata yang sedang dibaca. Kasih kesempatan anak pegang buku dan bolak-balik halaman, jenis board book paling enak karena ga bakal gampang sobek. Coba sesekali pegang buku terbalik, sadar ga ya anaknya? Kalau tau, berarti dia udah mulai bangun kesadaran tulisan cetak tuh.

Oh iya, tulisan cetak itu ga cuma buku lho. Label makanan, resep, papan pengumuman, petunjuk jalan, atau menu restoran, juga termasuk tulisan cetak. Sambil jalan, bisa banget sambil baca macam-macam tulisan itu. Lama-lama anak paham bahwa ‘coret-coretan’ alias tulisan itu ada artinya, dan itu bisa bantu kita untuk pahami sesuatu. Di rumah, saya juga suka kasih label beberapa benda yang sering dipakai dan dilihat Ara, seperti MEJA, TULIS, serta gambar POHON dan JERAPAH di dinding. Semakin anak familiar dengan tulisan cetak di keseharian, anak pun akan lebih nyaman dengan tulisan cetak di buku.


2.     Motivasi baca (print motivation)
Sebelum anak belajar baca, lebih penting pupuk kesenangan anak untuk baca. Kalau anak bisa enjoy waktu baca buku, pasti lebih mau buat belajar baca. Alhamdulillah Ara sangat senang baca buku, tiap hari pasti dia yang nagih minta dibacakan buku. Dia juga suka pura-pura baca, nebak-nebak ceritanya dari gambar. Beberapa buku bahkan sudah mulai hapal dan bisa ikutan cerita di bagian-bagian tertentu. Gimana biar anak senang baca? Saya pernah nulis soal ini, lengkapnya bisa dibaca disini ya..

3.     Kosa kata (vocabulary)
Kosa kata disini maksudnya tau nama-nama macam-macam benda, emosi, kejadian, dan konsep (besar kecil, apung tenggelam, basah kering, dll). Jadi bukan hanya kata benda, tapi juga kata kerja dan kata sifat. Menurut penelitian, anak yang kosa katanya banyak merupakan pembaca yang lebih baik. Semakin kaya tabungan kosa katanya, lebih mudah untuk pahami apa yang dia baca. Keterampilan baca memang bukan hanya terkait 'bisa baca tulisannya' aja, tapi juga perlu ngerti apa isi bacaannya. 

Apa yang bisa dilakukan orang tua?
Pertama, sering-sering ajak anak ngobrol. Narasikan apa yang kita dan dia lihat, dengar, pegang, lakukan, atau rasakan. Lagi di rumah tau-tau ada suara sirine, cerita deh “wah tuh denger ga dek ada suara nguingg…nguing…nguing… ? Ada mobil pemadam kebakaran lewat! Berarti ada gedung/ rumah yang kebakaran, kena api! Jadi apinya mau dimatiin pakai air. Disemprot, wusshhhh..padam deh…”

Kedua, perkaya cerita anak. Misal dia cerita “ada kelinci” bisa kita tambahin “wah iya, ada kelinci. Yang suka makan wortel itu ya? Kalau kelinci makan, wortelnya ga dimasak. Mentah juga gapapa..”

Ketiga, baca buku sama-sama. Menurut hasil studi, kosa kata baru itu lebih banyak didapat dari baca buku, daripada percakapan seehari-hari atau dari nonton televisi. Buku yang saya suka banget itu karangan Eric Carle (Very Hungry Catterpilar dan Turtle). Sayang bahasa Inggris sih, kadang saya juga bingung cari padanan kata Indonesianya.

4.     Kemampuan narasi (narrative skills)
Ini artinya anak bisa ‘baca situasi’ dan cerita tentang macam-macam hal dan kejadian dengan kata-katanya sendiri. Kemampuan cerita dan ceritakan ulang ini bantu anak pahami apa yang dibaca. 

Apa yang bisa dilakukan orangtua untuk stimulasi? Lagi-lagi, baca buku sama-sama. Buku bantu anak ngerti sekuens, apa yang terjadi di awal, tengah-tengah, dan akhir. Tanya “apa yang kira-kira akan terjadi ya?” sebelum lanjut ke halaman berikut. Minta anak untuk gantian bacakan buku. Sering-sering ajak anak ngobrol. Tanya dia lagi lihat apa, dengar apa, main apa, mau apa, rasa apa, dan alami apa. Kalau lagi jalan-jalan, ajak anak amati sekeliling “eh itu apa ya? orang itu lagi apa ya? kenapa itu bentuknya bisa gitu ya?” Kasih waktu anak buat mikir mau jawab apa, jangan buru-buru bantu jawab.

Satu kegiatan yang ampuh juga buat latih kemampuan narasi itu dengan main pura-pura. Main barenglah sama anak, idenya dari kejadian yang dialami sehari-hari aja. Sekarang ada waktu-waktu Ara sudah bisa main sendiri, ga usah ditemani. Cuma kadang saya suka nguping, kepo mau tau dia buat cerita apa. Pernah dia pura-pura jadi dokter, lagi periksa pakai stetoskop abis itu kasih perban bonekanya, gara-gara abis jenguk kakak saya yang tangannya patah. 



Pernah juga dia tau-tau celetuk “Eeyore baru datang..dari kampung..” Saya sampai ketawa karena kepikiran aja gitu ya dia. Biasanya kalau pergi bilangnya ke pasar atau mall, cuma dia dapat ide karena mbanya lagi minta ijin pulang kampunh hihihi.

5.     Pengetahuan Huruf
Sebelum bisa benar-benar baca, anak harus tau dulu alfabet, huruf besar dan huruf kecil. Dia harus ngerti kalau tiap huruf itu beda antara satu dan lainnya, beda bentuk, beda nama, dan beda suara.

Apa yang bisa orang tua lakukan? Sebelum belajar huruf, yang lebih awal itu asah persepsi visual dan pemahaman arah. Gimana anak bedakan satu bentuk dari bentuk lainnya, anak tau itu bentuk/ pola yang sama atau beda, Ini nanti akan bantu anak untuk belajar bedakan ‘b’ dengan ‘d’ dan ‘p’. Sama-sama ada perut dan tangkainya, tapi yang satu perutnya di kanan satu di kiri, satu tangkainya ke atas satu ke bawah.

Caranya? Lewat bermain. Misalnya, sebar potongan-potongan bentuk (lingkaran, segitiga, hati, dll) di lantai. Kasih satu potongan bentuk ke anak, minta cari yang sama dengan yang dia punya. Atau kasih gambar-gambar benda (sisir, piring, kunci, dll), dan minta anak cari benda aslinya di dalam rumah. Atau kasih kertas yang ada 3 gambar sama dan 1 gambar beda, minta anak tunjuk mana yang beda. Bisa juga dengan ngobrol tentang apa yang sama dan beda dari dua benda. Berhubung anak usia dini lebih gampang belajar dari hal-hal konkret, jadi enaknya benar-benar pakai benda nyata. Contohnya melon sama semangka utuh: sama-sama bulat, tapi warna, ukuran, dan teskturnya beda.

Kalau anak sudah bisa tau mana yang sama mana yang beda beda, dan mulai tau arah, bisa deh mulai kenalin huruf. Ara paling gampang belajar huruf pakai lagu alfabet. Dia sekarang udah tau huruf, dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Sebenarnya bukan niat mau ajari Ara bilingual, cuma berhubung kebanyakan video lagu-lagu anak yang kualitasnya oke di youtube itu Inggris, ya gitu deh. Ada yang Ara suka banget lagunya: “Alphabet Train” dari seri Mother Goose Club. Cari deh di youtube. Ini lagunya memang catchy berat. Sampai saya buatin beneran kereta alfabet ini dan tempel di dinding rumah.


Mulai belajar dari huruf yang paling relevan buat anak: huruf-huruf yang bentuk namanya. Biasanya kata pertama yang bisa dibaca dan ditulis anak itu namanya. Ini saya buat papan nama dari beras warna-warni, tempel di pintu kamar.


Pakai permainan surprise eggs juga seruJadi siapkan kertas yang isinya tulisan nama anak. Masukkan potongan-potongan huruf ke dalam surprise eggs. Minta anak buka satu per satu sampai menemukan huruf yang sama. 



Aktivitas fun lain: buat cap huruf pakai cat (alhamdulillah dapat kado huruf-huruf dari bahan foam plus kartu hurufnya), buat bentuk dan huruf di pasir, atau pakai dough.

6.     Kesadaran bunyi (phonological awareness)
Kata terbentuk dari satuan-satuan bunyi-bunyi yang lebih kecil. Setiap huruf punya bunyi masing-masing. Kalau anak punya kesadaran bunyi, ia bisa lafalkan suatu kata dengan benar berdasarkan bunyinya. Dengan kata lain, menyatukan suara untuk membuat kata. Kalau kita bilang “b(euh)…u…” dia bisa bilang itu ‘bu’. Kalau kita bilang “bu…ku..” dia bisa rangkai jadi ‘buku’. Sadar bunyi juga termasuk bisa kenali suara di awal dan akhir kata. Kalau kita tanya bunyi pertama dari kata mama, bisa bilang ‘em’.  Kalau kita tanya bunyi akhir dari kata basah, bisa jawab ‘ah’.

Anak yang kesadaran bunyinya baik akan lebih mudah untuk baca tulisan, termasuk kata yang tidak tau artinya atau bahkan nonsense words. Misalnya nih, kalau kita bisa baca kata berikut “sikutujilomangu” walau sebelumnya belum pernah tau kata ini exist (memang saya cuma ngarang kok hehe), itu karena kita sudah punya kesadaran bunyi.

Lalu apa yang bisa dilakukan orang tua untuk stimulasi? Kesadaran bunyi ini adalah keterampilan prabaca yang belajar awalnya malah ga gitu berkaitan dengan aktivitas baca. Selain pilih buku yang teksnya mengandung banyak rima untuk dibaca sama-sama anak, stimulasi lain itu penekanannya lebih pada bunyi.

Bernyanyi deh. Lagu itu punya nada berbeda untuk setiap suku kata, jadi anak bisa lebih peka dengan bunyi yang berbeda-beda dalam kata. Terus, lakukan permainan kata, misalnya “Apa yang berima dengan perah: merah atau putih? atau “Kata apa yang bunyi depannya sama dengan piano: piring atau patung?” Aktivitas lainnya bisa dengan minta anak ikuti irama, pakai tepukan tangan, dentingan sendok, stik, kerincingan, atau shaker. Contoh gampangnya itu ya tepuk pramuka (pada tau kan ya?). Coba kita tepuk pramuka, dan lihat apa anak bisa ikuti irama dan jumlah tepukan degan benar. Pas pertama-tama jangan langsung sekompleks ini sih polanya. Kegiatan lain lagi, minta anak tepuk tangan sesuai jumlah suku kata. Kalau kita bilang ‘Ara’ berarti dua kali tepuk (tepukan pertama untuk ‘A’, tepukan kedua untuk ‘ra’).  Kalau kita bilang ‘piano’ harusnya ada tiga tepukan (pi-a-no). Ara loves this game, go try it with your little ones.


Itu dia enam keterampilan prabaca dan contoh kegiatan stimulasinya. Jadi sebelum ajari anak baca (atau nuntut sekolah buat ajari anak baca) sejak dini, jangan lupa kembangkan dulu keterampilan prabacanya ya….

Ada baca, ada tulis. Tunggu artikel selanjutnya untuk keterampilan pratulis dan cara stimulasinya ^^

Link & Resource:
http://www.allaboutlearningpress.com/is-your-child-ready-to-learn-to-read
http://brightonlibrary.info/prereading
Every Child Ready To Read. www.pla.org/earlyliteracy.htm
Six pre-reading skills. http://www2.westminsterlibrary.org/kids/6PRSSummary.pdf
Six pre-reading skills. www.earlylit.net/s/parguidebrochTcolor-94co.pdf
Vaughn, Sharon & Bos, Candace. 2012. Strategies for Teaching Students with Learning Problems. Pearson Education