Senin lalu sempat diwawancara singkat sama reporter Kompas TV, ditanya soal faktor apa yang bisa jadi sebab anak sekarang jadi suka malas baca buku.
Hm... imo, alasan utama anak bisa jadi kurang suka baca ya karena lingkungan terdekatnya ga contohin itu. Kalau orang tua, kakak, sepupu, pengasuh, atau siapapun yang sering anak lihat lebih banyak habisin waktu buat nonton tv, denger radio, main games, atau ngobrol.. daripada baca buku..ya wajar juga kan kalau anak ga biasa baca? Sekolah-sekolah di Indonesia juga belum banyak yang terapin gerakan baca, misalnya dengan dorong anak nuntasin sekian buku bacaan dalam 1 tahun dan isi reading log. Kurangnya minat baca buku bisa juga karena anak anggap aktivitas baca itu bosenin dan buat capek pikiran. Baca kurang diliat sebagai pengisi waktu luang yang nyenengin, karena diasosiasikan dengan tuntutan belajar atau akademis. Sebagian orang tua yang nuntut anak untuk bisa baca terlalu dini dan lebih fokus pada ngembangin kemampuan bacanya, bukan bentuk minat bacanya. Lanjut lagi, anak bisa jadi kurang suka baca buku ya karena perkembangan teknologi dan banyaknya alternatif kegiatan lain yang dianggap lebih menarik. Banyak anak yang anggap buku kurang asyik, karena ga kasih efek seperti saat main games di gadget/ alat elektronik atau main di arena permainan.
Lalu…apa ya yang bisa orang tua lakukan buat ningkatin minat baca anak?
Baca cerita sama-sama
Mulai dari keluarga, mulai dari rumah. Jadiin kegiatan baca sebagai bagian dari rutinitas keseharian. Ga perlu lama-lama kok, 10 menit pun cukup. Tentu disesuaiin juga sama usia anaknya ya. Makin besar anaknya, rentang atensi makin lama, waktu baca bisa dibuat lebih panjang. Kalau anaknya masih belum bisa lama-lama, lebih baik sesi bacanya dibuat singkat (3-4 menit) tapi lebih sering. Bagi orang tua yang kerja, bacain anak cerita di waktu sebelum tidur bisa jadi quality time yang buat makin lengket lho. Aktivitas baca akan jadi menyenangkan karena sama-sama mama papa tersayang. Bacain ceritanya yang menarik, pakai intonasi nada, mimik wajah, dan bahasa tubuh yang hidup. Sama anak sendiri ini, ga perlu jaim hehe... Untuk anak usia dini, kegiatan baca bersama dan dongeng itu jadi stimulasi yang bagus banget buat perkembangan bahasanya. Anak bisa belajar banyak kosa kata, struktur kalimat, dan pengetahuan tentang macam-macam hal. Ga cuma baca, bisa juga kita kembangin dengan pertanyaan-pertanyaan seputar cerita, atau minta anak ceritain kisah dengan bahasanya sendiri. Hal ini bisa ningkatin konsentrasi, kemampuan ekspresi diri, dan mendorong kesukaan anak sama buku.
Permudah akses anak ke buku
Sediain deh pojok baca di rumah. Buku-buku Ara itu saya taroh di satu kotak di sudut ruangan, jadi dia dengan gampang bisa milih-milih dan ambil sendiri apa yang ingin ia baca. Kadang dia minta bacain buku yang sama berulang-ulang. Bosen juga sih, tapi sebenarnya pengulangan itu bisa buat anak prediksi plot dan lebih paham alur cerita. Terus, kemana-mana saya pasti bawa buku. Di mobil ada buku, di tas Ara juga ada buku. Jadi kalau pas pergi dan harus nunggu (misal ke restoran tapi makanan belum datang, atau Ara nemenin saya ke bank), dia bisa isi waktu dengan baca. Untuk anak yang mulai banyak tanya-tanya, bisa juga kita fasilitasi dengan buat buku kumpulan pertanyaan dan jawaban. Jadi tiap kali anak nanya, misal”apa sih hewan yang larinya paling cepat?”, ”kenapa bisa ada pelangi?”, ”berapa lama sih pergi dari Indonesia ke Amerika?” kita ajak sama-sama untuk cari informasi dari buku atau browsing di internet, lalu print / catat jawabannya di buku. Tambahin deh gambar-gambar biar lebih menarik.
Buat agar anak nikmati waktu baca
Biar anak senang baca, konten bacaan perlu sesuai sama apa yang disukai anak. Anak suka pesawat, cari buku soal pesawat. Anak suka binatang, cari buku-buku tema binatang. Anak suka sejarah, cari buku yang bahas tentang budaya negara-negara. Untuk anak usia dini, cari buku yang banyak gambar dan sedikit tulisan, stimulasi indera-inderanya (warna-warna cerah, ada suara, ada ragam tekstur yang bisa disentuh), plus ada rima atau kalimat repetitif yang mudah diprediksi dan diingat. Buku board book atau buku kain sangat cocok karena lebih tidak mudah robek. Selain konten, perlu diperhatiin juga level kesulitan bacaan. Agar anak nikmati waktu baca, jangan pilih buku yang terlalu sulit dicerna dan anak butuh usaha keras buat pahami isinya. Kalau terlalu sulit, jadinya anak sudah malas baca duluan. Ga apa-apa lho baca komik, atau novel, atau majalah. Ga selamanya anak harus baca buku pengetahuan atau ensiklopedia. Apalagi sekarang sudah banyak juga buku yang kombinasiin pengetahuan dengan penyajian yang menarik, tinggal ortu pinter-pinter dan rajin-rajin cari buku yang bisa bangkitin rasa tertarik anak. Perlahan-lahan, kalau anak sudah terbiasa baca, baru deh tingkatin kompleksitasnya. Panduan umumnya, kalau dalam satu halaman ada 5 kata atau lebih yang anak ga tahu artinya, berarti buku itu di atas kemampuan anak. Akan sulit bagi anak untuk baca mandiri dan nikamti waktu baca, jadi lebih baik ditemani ^^
Ortu wajib jadi model
Orang tua harus jadi model buat anak. Pastiin tiap hari anak lihat kita terlibat dalam aktivitas baca, mau itu baca koran, majalah, novel, atau buku pelajaran. Gimanapun, anak itu kan peniru ulung ^^ Nah tapi, ini terkait juga nih sama value yang dianut masing-masing keluarga. Akan sulit terbangun budaya baca, kalau memang orang tua ga anggap baca itu sebagai hal yang penting. Mungkin ada yang berpikir “ah, buat apa sih baca buku? Ribet..mending nonton tv atau diskusi ma temen, atau nanya om google.” Kalau sudah begitu, ya beda persoalan lah ya.
Di sisi lain, mungkin ada juga yang bingung, ”sebenarnya sih mau jadiin baca aktivitas sehari-hari, tapi ortu dua-duanya kerja..pengasuh/eyang ga bisa baca/ga ngerti karena bukunya dalam bahasa Inggris...gimana dong?” hm.. kalau situasinya begini, mungkin perlu effort sedikit dari ortu. Ortu bisa buat rekaman kaset dari buku tertentu, dan pengasuh/ eyang hanya tinggal muterin aja sambil nemenin anak baca. Kasih sinyal di rekaman itu untuk cue kalau harus balik halaman. Bisa jadi, malah si pengasuh atau eyang sekalian belajar hehehe...
Latih otak untuk jadi bi-literate
Maksudnya bi-literate disini itu, latih otak untuk baca bacaan cetak (print reading) dan bacaan online (screen reading). Sebenarnya kan baca itu memang ga harus dari buku ya. Buku hanya salah satu sumber informasi. Tapi, buat saya tetap penting untuk ngembangin kebiasaan baca buku cetak. Penelitian-penelitian tentang pengaruh teknologi pada perkembangan otak dan kebiasaan baca nunjukin kalau generasi saat ini (anak-anak yang sudah terpapar dengan dunia digital), otak mereka lebih terbiasa untuk baca cepat (skimming) dan cari kata-kata kunci saja, daripada fokus pada detail uraian dan tenggelam dalam cerita layaknya saat kita baca buku cetak. Saat kita baca artikel-artikel online, umumnya artikel cenderung lebih pendek, plus ada banyak link dan iklan. Ternyata… hal ini bisa nurunin daya konsentrasi dan buat orang mudah lompat-lompat dalam berpikir. Nah, saat harus baca buku yang butuh atensi lebih lama dan plot cerita terbangun lebih lambat, banyak yang jadinya cepat lelah dan tidak sabaran. Pas saya baca penelitian ini, itu ngena banget. Saya ngerasa sekarang ini, karena waktu yang saya pakai untuk browsing dan screen reading lebih banyak, pas saya lagi baca buku novel atau buku cetak lainnya, bawaannya mau baca cepat saja. Ga lagi tiap kata dan kalimat saya baca secara rinci.. ya itu tadi, jadinya skimming. Alhasil banyak detail-detail yang kelewat, atau saya jadinya cuma baca saja tapi ga gitu paham artinya apa dan harus baca ulang kalimatnya. Tapi....kan ga bisa dipungkiri juga kalau sekarang jaman digital. Maka dari itu, kita yang perlu latih otak kita dan anak-anak kita, untuk jadi bi-literate. Seimbangkan waktu untuk print reading dan screen reading.
Membaca itu penting, tapi lebih penting lagi untuk bangun minat baca anak. Yuk, mulai dari keluarga kita ^^
Ori bagus
ReplyDeletemakasih mba Devi ^^
Delete