Monday, January 12, 2015

Ga boleh! Itu punyaku!



Ada yang pernah post poster ini di path, pas banget rasanya sama Ara akhir-akhir ini yang lagi agak ‘posesif’. Posesif sama mamanya, posesif sama rumahnya, posesif sama mainan-mainannya. Misalnya aja nih ya, waktu lagi kruntelan dan papanya mau ikutan, dia bilang “Ini mama Ara, papa ga boleh pinjem” (puk puk papa). Waktu ada tamu datang ke rumah, diprotes sama dia “Ini rumah Ara, om ga boleh masuk”. Kebayang kan kalau ada yang mau pinjem mainannya? “Ga boleh! Ini kan punya Ara…” Tapi terus kalau dia lihat mainan punya temannya yang dia suka, bisa jadi lupa sama apa yang lagi dia mainin dan minta yang lagi dipegang temannya (kadang malah langsung rebut uupsss). Giliran temannya ganti yang lain, lah dia ikutan mau itu juga. Hahaha…Klasik!

Kalau lagi adain playdate sesama toddler, memang harus expect bakal ada episode rebut-rebutan atau dorong-dorongan demi mainan. Yah namanya juga toddler, completely normal. Selain ke mama papa atau pengasuhnya, mereka juga mulai punya attachment  ke barang-barang. Ayo siapa yang anaknya kemana-mana harus bawa boneka atau guling atau bando kesayangan? Kemampuan untuk bangun kelekatan ini bagian dari tahap perkembangan emosi yang sehat kok, jadi jangan buru-buru dianggap sesuatu yang buruk. Apa lagi ya yang buat batita sulit sharing? Hmmm… Mereka masih egosentris, belum bisa lihat sudut pandang dan kebutuhan orang lain. Yang mereka tau cuma apa yang mereka mau. Mereka mulai paham konsep kepemilikan, tapi belum cukup matang untuk bedain ada barang miliknya, milik orang lain, dan milik publik yang bisa dipakai sama-sama. Mereka juga lagi masa-masanya ingin nunjukin ke’aku’annya dan suka ngetes batasan (“apa yang akan terjadi kalau aku begini begitu ya?”).

So adjust your expectation. Berharap toddler buat sharing itu kayak kita berharap mereka bisa baca buku atau tulis namanya sendiri. Bukannya ga mungkin sama sekali sih, tapi susaahhhh….Sharing itu bukan tugas yang sederhana. Untuk bisa sharing, anak harus punya sense of self dan paham kepemilikan, anak harus lebih dulu ngerasa kalau apa yang mereka butuhin udah terpenuhi dan baru bisa pikirin orang lain, anak harus ngerti arti giliran dan kenal waktu (“baru sebentar atau sudah lama ya aku pakai ini?”), plus anak mesti ngembangin kesabaran dan kontrol diri untuk nunggu dan ga asal rebut.    

Buat toddler, kita bisa expect mereka bermain paralel, ada di ruang yang sama dan mungkin sebelahan, tapi masing-masing sibuk sendiri. Sharing butuh empati,  yang mulai muncul di usia 3-4 tahun dan semakin berkembang di usia 5-6 tahun. Sebelum itu, anak cenderung berbagi karena memang dikondisikan begitu oleh orang dewasa.

Kalau memang toddler belum bisa sharing, mesti tetap diajarin ga? Pastinya! Kayak segala hal lain, kalau kita mau mereka jadi anak yang ……. (isi sendiri) ya harus diajarin dari kecil dan konsisten.

Jangan paksa anak buat sharing kalau memang dia belum mau. Tanya dulu “ra, temennya boleh ga pinjem mobil-mobilan Ara?” kalau dia jawab “ga boleh” ya hargai itu. Jangan direspon “ih kok Ara pelit sih”. Bilang aja “oh Ara belum mau pinjemin ya. Nanti kalau udah mau bilang ya, seru juga loh main sama-sama.” Kalau dipaksa, dia bisa mikir kalau kebutuhan dan keinginan dia ga sepenting anak lain. Itu malah nanti jadi buat dia ngerasa ga secure dan kesel. Tunggu aja sampai dia mutusin sendiri untuk kasih pinjam temannya. Sebaliknya, misal Ara mau pinjem punya temannya, saya akan minta dia ijin dulu. “Ini bukan punya Ara, jadi harus tanya dulu. Kalau ternyata ga boleh dipinjem, Ara ga boleh marah ya. Tadi juga kan Ara ga mau pinjemin mobil-mobilan Ara dan ga dipaksa kan?” So they know it works both ways. Nah kalau udah dikasih pinjam temannya, saya juga harus pastiin Ara ga monopoli dan barangnya ga dianggap ‘hak milik’ sama dia. Gitu juga kalau main di tempat publik. Saya harus nekenin bahwa ada aturan sosial yang harus dia ikuti. “Ini bukan punya Ara ya, jadi harus gantian. Kalau Ara mau pakai lagi, nanti bisa setelah kakak ini main..oke?” Yup, jadi anak yang lebih besar bukan berarti harus selalu ngalah loh.  

Pas playdate, ibu-ibunya (atau bapak-bapak) memang sebaiknya punya pandangan yang sama soal sharing. Jangan sampai nih, misalnya, X main ke rumah Y, terus karena ibunya X punya pikiran kalau “tiap anak harus sharing, apalagi tuan rumah” dia biarin aja tuh X ambil dan mainin macam-macam mainan Y..ga pakai nanya-nanya dulu dan udah gitu lama lagi pakainya. Tiap kali X liat Y mainin sesuatu terus mau, ibunya nurut dan ambil langsung dari Y (yang ga berdaya) sambil bilang “kita sharing ya, mainnya gantian oke?” Giliran ibunya Y minta balik, ibunya X jawab “tapi anaknya masih seneng nih, sebentar lagi ya..” Wkwkwk.. itu mah bukan belajar sharing, tapi X lagi dipupuk benih-benih egoisnya, berasa semua keinginannya harus dapat. Duh jadi keinget dulu sempat kesal banget  sama ibu-ibu yang cuek banget padahal anaknya monopoli mainan dan buat beberapa anak nangis karena ga mau gantian (cerita lengkap disini sharing vs calistung). Untung teman-teman saya yang biasa playdate bareng sepaham.

Biar lebih smooth, ada baiknya sebelum playdate, yang jadi tuan rumah lakuin persiapan. Ajak anaknya milih mainan mana yang mau disimpan biar ga dipegang-pegang temannya, dan mana yang boleh dipakai sama-sama. Kalau anak udah tenang karena tau barang kesayangannya ‘aman’, hopefully dia lebih bisa santai untuk sharing. Bisa juga kita minta anak yang mau datang ke rumah untuk bawa mainannya sendiri. Anak kecil suka tergoda kalau liat mainan baru dan yang bukan punya dia. Kalau saling tergoda, bisa jadi lebih gampang untuk dorong mereka buat sharing. Teknik lain, bisa juga pakai timer. Saat bunyi, itu tandanya mesti tukeran / ganti mainan, supaya tiap anak punya kesempatan coba main macam-macam mainan. Siapin juga mainan yang  bisa dipakai sama-sama (lego atau masak-masakan), walau ga jamin juga kalau piecesnya banyak terus mereka akan ga rebutan sama sekali.

Playdate itu bisa jadi ajang observasi buat ortu dan arena belajar buat anak. Kita bisa liat apa anak kita itu seringnya jadi tukang rebut, jadi korban, atau mau berbagi? Anak perlu bimbingn untuk belajar sharing…belajar bahwa kalau mereka jadi tukang rebut, lama-lama ga ada yang mau main sama mereka…belajar kalau mereka ga mau mainan mereka pindah tangan terus, maka perlu belajar bilang ‘ga’ atau ‘nanti dulu’… belajar kompromi, kerja sama, belajar kalau sharing itu bisa buat waktu bermain bisa jadi lebih menyenangkan (daripada berantem terus malah ga bisa main sama sekali kan?). Tapi misal masih rebutan juga, ortu bisa ambil mainannya dan simpan sementara. Tapi ada kalanya juga gpp kok kita biarin mereka sebentar untuk coba selesaiin konflik itu sendiri. Amati dulu, ga langsung coba nengahin  (kecuali situasi udah menjurus bahaya). Sometimes young children can surprise and amuse us.  

Supaya lebih terbiasa sharing, anak juga mesti liat dari orang-orang sekitarnya. Ortu harus jadi panutan (old news :D). Kalau kita punya makanan, tawarin ke dia. Kalau dia mau pakai kacamata kita, kasih aja tapi minta dia untuk ijin dulu. Kasih penjelasan kalau kita lagi sharing makanan dan mau kasih pinjam barang kepunyaan, karena ingin buat sesuatu yang baik dan menyenangkan orang lain. Main exchange game. Tanya ke anak apa kita boleh pinjam mainan dia, dan sebagai gantinya dia juga boleh pinjam atau mainin barang kepunyaan kita (fair enough right?). Bagi dia, bisa jadi krincingan itu sama berharganya dengan hp atau cincin kita.

Kasih pemahaman ke anak tentang kepemilikan, mana yang punya dia, punya mama papa, punya publik..dan apa artinya itu. Ini tapi kadang saya masih suka lupa sendiri. Contohnya ya, pas mau rearrange tempat simpan boneka atau mainannya dia, suka ga bilang sama Ara (berasa punya saya sendiri soalnya), atau kalau mau pakai laptop suami, saya main ambil terus ga ijin (karena mikirnya pasti boleh). Alhasil Ara (yang ternyata sangat observer), protes “Itu tempatnya ga disini mama, itu kan punya Ara” atau “itu kan punya papa, mama ga boleh pakai”. Heeeee, kena batunya deh saya. Mungkin dia bingung karena di satu sisi saya nyuruh dia selalu ijin atau bilang dulu kalau mau ambil barang orang, tapi sayanya ga gitu. Anak seusia Ara memang masih sulit melihat bahwa aturan tidak selalu hitam putih, dan memang belum saatnya sih. Jadi sayanya yang mesti aware apa yang saya ajarin ke dia, dan make sure she sees that her parents do it too.  

Kesimpulannya, jangan paksa anak buat sharing, tapi kondisikan situasi dan pupuk karakter anak jadi anak yang suka berbagi. Di samping cara-cara di atas, metode lain yang selalu jadi andalan saya ya buku cerita. ^^ Sekarang lumayan banyak kok buku-buku pengembangan karakter yang bagus-bagus, tinggal kitanya aja rajin-rajin cari. Tips supaya anak minat baca buku bisa dibaca disini