Ada yang pernah post poster ini di path, pas banget rasanya sama Ara akhir-akhir ini yang lagi agak ‘posesif’. Posesif sama mamanya, posesif sama rumahnya, posesif sama mainan-mainannya. Misalnya aja nih ya, waktu lagi kruntelan dan papanya mau ikutan, dia bilang “Ini mama Ara, papa ga boleh pinjem” (puk puk papa). Waktu ada tamu datang ke rumah, diprotes sama dia “Ini rumah Ara, om ga boleh masuk”. Kebayang kan kalau ada yang mau pinjem mainannya? “Ga boleh! Ini kan punya Ara…” Tapi terus kalau dia lihat mainan punya temannya yang dia suka, bisa jadi lupa sama apa yang lagi dia mainin dan minta yang lagi dipegang temannya (kadang malah langsung rebut uupsss). Giliran temannya ganti yang lain, lah dia ikutan mau itu juga. Hahaha…Klasik!
Kalau lagi adain playdate sesama toddler, memang
harus expect bakal ada episode rebut-rebutan
atau dorong-dorongan demi mainan. Yah namanya juga toddler, completely normal. Selain ke mama papa atau pengasuhnya,
mereka juga mulai punya attachment ke barang-barang. Ayo siapa yang anaknya
kemana-mana harus bawa boneka atau guling atau bando kesayangan? Kemampuan untuk
bangun kelekatan ini bagian dari tahap perkembangan emosi yang sehat kok, jadi
jangan buru-buru dianggap sesuatu yang buruk. Apa lagi ya yang buat batita
sulit sharing? Hmmm… Mereka masih egosentris,
belum bisa lihat sudut pandang dan kebutuhan orang lain. Yang mereka tau cuma
apa yang mereka mau. Mereka mulai paham konsep kepemilikan, tapi belum cukup
matang untuk bedain ada barang miliknya, milik orang lain, dan milik publik
yang bisa dipakai sama-sama. Mereka juga lagi masa-masanya ingin nunjukin
ke’aku’annya dan suka ngetes batasan (“apa
yang akan terjadi kalau aku begini begitu ya?”).
So adjust your expectation. Berharap toddler
buat sharing itu kayak kita berharap
mereka bisa baca buku atau tulis namanya sendiri. Bukannya ga mungkin sama
sekali sih, tapi susaahhhh….Sharing itu
bukan tugas yang sederhana. Untuk bisa sharing,
anak harus punya sense of self dan
paham kepemilikan, anak harus lebih dulu ngerasa kalau apa yang mereka butuhin
udah terpenuhi dan baru bisa pikirin orang lain, anak harus ngerti arti giliran
dan kenal waktu (“baru sebentar atau
sudah lama ya aku pakai ini?”), plus anak mesti ngembangin kesabaran dan
kontrol diri untuk nunggu dan ga asal rebut.
Buat toddler, kita bisa expect mereka
bermain paralel, ada di ruang yang sama dan mungkin sebelahan, tapi
masing-masing sibuk sendiri. Sharing butuh
empati, yang mulai muncul di usia 3-4
tahun dan semakin berkembang di usia 5-6 tahun. Sebelum itu, anak cenderung
berbagi karena memang dikondisikan begitu oleh orang dewasa.
Kalau memang toddler belum bisa sharing,
mesti tetap diajarin ga? Pastinya! Kayak segala hal lain, kalau kita mau mereka
jadi anak yang ……. (isi sendiri) ya harus diajarin dari kecil dan konsisten.
Jangan paksa anak buat sharing kalau memang
dia belum mau. Tanya dulu “ra, temennya
boleh ga pinjem mobil-mobilan Ara?” kalau dia jawab “ga boleh” ya hargai itu. Jangan direspon “ih kok Ara pelit sih”. Bilang aja “oh Ara belum mau pinjemin ya. Nanti kalau udah mau bilang ya, seru juga
loh main sama-sama.” Kalau dipaksa, dia bisa mikir kalau kebutuhan dan
keinginan dia ga sepenting anak lain. Itu malah nanti jadi buat dia ngerasa ga secure dan kesel. Tunggu aja sampai dia
mutusin sendiri untuk kasih pinjam temannya. Sebaliknya, misal Ara mau pinjem
punya temannya, saya akan minta dia ijin dulu. “Ini bukan punya Ara, jadi harus tanya dulu. Kalau ternyata ga boleh
dipinjem, Ara ga boleh marah ya. Tadi juga kan Ara ga mau pinjemin
mobil-mobilan Ara dan ga dipaksa kan?” So they know it works both ways. Nah
kalau udah dikasih pinjam temannya, saya juga harus pastiin Ara ga monopoli dan
barangnya ga dianggap ‘hak milik’ sama dia. Gitu juga kalau main di tempat
publik. Saya harus nekenin bahwa ada aturan sosial yang harus dia ikuti. “Ini bukan punya Ara ya, jadi harus gantian.
Kalau Ara mau pakai lagi, nanti bisa setelah kakak ini main..oke?” Yup, jadi anak yang lebih besar bukan berarti
harus selalu ngalah loh.
Pas playdate, ibu-ibunya (atau bapak-bapak) memang
sebaiknya punya pandangan yang sama soal sharing. Jangan
sampai nih, misalnya, X main ke rumah Y, terus karena ibunya X punya pikiran
kalau “tiap anak harus sharing, apalagi tuan rumah” dia biarin aja tuh
X ambil dan mainin macam-macam mainan Y..ga pakai nanya-nanya dulu dan udah
gitu lama lagi pakainya. Tiap kali X liat Y mainin sesuatu terus mau, ibunya
nurut dan ambil langsung dari Y (yang ga berdaya) sambil bilang “kita sharing ya, mainnya gantian oke?” Giliran
ibunya Y minta balik, ibunya X jawab “tapi
anaknya masih seneng nih, sebentar lagi ya..” Wkwkwk.. itu mah bukan
belajar sharing, tapi X lagi dipupuk
benih-benih egoisnya, berasa semua keinginannya harus dapat. Duh jadi keinget
dulu sempat kesal banget sama ibu-ibu
yang cuek banget padahal anaknya monopoli mainan dan buat
beberapa anak nangis karena ga mau gantian (cerita lengkap disini sharing vs calistung). Untung teman-teman saya yang biasa playdate bareng sepaham.
Biar lebih smooth, ada baiknya sebelum playdate,
yang jadi tuan rumah lakuin persiapan. Ajak
anaknya milih mainan mana yang mau disimpan biar ga dipegang-pegang
temannya, dan mana yang boleh dipakai sama-sama. Kalau anak udah tenang karena
tau barang kesayangannya ‘aman’, hopefully
dia lebih bisa santai untuk sharing. Bisa
juga kita minta anak yang mau datang ke rumah untuk bawa mainannya sendiri. Anak kecil suka tergoda kalau liat mainan
baru dan yang bukan punya dia. Kalau saling tergoda, bisa jadi lebih gampang
untuk dorong mereka buat sharing. Teknik
lain, bisa juga pakai timer. Saat bunyi, itu tandanya
mesti tukeran / ganti mainan, supaya tiap anak punya kesempatan coba main
macam-macam mainan. Siapin juga mainan
yang bisa dipakai sama-sama (lego
atau masak-masakan), walau ga jamin juga kalau piecesnya banyak terus mereka akan ga rebutan sama sekali.
Playdate itu
bisa jadi ajang observasi buat ortu dan arena belajar buat anak. Kita bisa liat
apa anak kita itu seringnya jadi tukang rebut, jadi korban, atau mau berbagi?
Anak perlu bimbingn untuk belajar sharing…belajar
bahwa kalau mereka jadi tukang rebut, lama-lama ga ada yang mau main sama
mereka…belajar kalau mereka ga mau mainan mereka pindah tangan terus, maka
perlu belajar bilang ‘ga’ atau ‘nanti dulu’… belajar kompromi, kerja
sama, belajar kalau sharing itu bisa
buat waktu bermain bisa jadi lebih menyenangkan (daripada berantem terus malah
ga bisa main sama sekali kan?). Tapi misal masih rebutan juga, ortu bisa ambil mainannya dan simpan sementara. Tapi
ada kalanya juga gpp kok kita biarin mereka sebentar untuk coba selesaiin konflik
itu sendiri. Amati dulu, ga langsung coba nengahin (kecuali situasi udah menjurus bahaya). Sometimes young children can surprise and
amuse us.
Supaya lebih terbiasa sharing, anak juga mesti liat dari
orang-orang sekitarnya. Ortu harus jadi
panutan (old news :D). Kalau kita
punya makanan, tawarin ke dia. Kalau dia mau pakai kacamata kita, kasih aja
tapi minta dia untuk ijin dulu. Kasih penjelasan kalau kita lagi sharing makanan dan mau kasih pinjam
barang kepunyaan, karena ingin buat sesuatu yang baik dan menyenangkan orang
lain. Main exchange game. Tanya ke
anak apa kita boleh pinjam mainan dia, dan sebagai gantinya dia juga boleh
pinjam atau mainin barang kepunyaan kita (fair
enough right?). Bagi dia, bisa jadi krincingan itu sama berharganya dengan
hp atau cincin kita.
Kasih pemahaman ke anak tentang kepemilikan, mana yang punya dia, punya mama
papa, punya publik..dan apa artinya itu. Ini tapi kadang saya masih suka lupa
sendiri. Contohnya ya, pas mau rearrange
tempat simpan boneka atau mainannya dia, suka ga bilang sama Ara (berasa punya
saya sendiri soalnya), atau kalau mau pakai laptop suami, saya main ambil terus
ga ijin (karena mikirnya pasti boleh). Alhasil Ara (yang ternyata sangat observer), protes “Itu tempatnya ga disini mama, itu kan punya Ara” atau “itu kan punya papa, mama ga boleh pakai”.
Heeeee, kena batunya deh saya. Mungkin dia bingung karena di satu sisi saya
nyuruh dia selalu ijin atau bilang dulu kalau mau ambil barang orang, tapi
sayanya ga gitu. Anak seusia Ara memang masih sulit melihat bahwa aturan tidak
selalu hitam putih, dan memang belum saatnya sih. Jadi sayanya yang mesti aware apa yang saya ajarin ke dia, dan make sure she sees that her parents do it
too.
Kesimpulannya, jangan paksa anak buat sharing, tapi kondisikan situasi dan pupuk karakter anak jadi anak yang suka berbagi. Di samping cara-cara di atas, metode lain yang selalu jadi andalan saya ya buku cerita. ^^ Sekarang lumayan banyak kok buku-buku pengembangan karakter yang bagus-bagus, tinggal kitanya aja rajin-rajin cari. Tips supaya anak minat baca buku bisa dibaca disini.