Friday, June 13, 2014

Balita stress karena terlalu banyak ikut les?

Di post sebelumnya saya bahas soal perlu ga nya anak masuk prasekolah. Kali ini mau bahas soal les atau kursus untuk balita ya. Tulisan ini saya buat waktu diminta jadi narasumber untuk majalah "Mother and Baby" edisi Oktober 2013.

Bolehkah anak balita diikutkan macam-macam les?

Menurut saya, wajar kalau orang tua ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Mereka mungkin berpikir bahwa dengan memberikan kesempatan anak ikut berbagai les –mulai dari les berenang, menari, menggambar, olahraga, mengaji, robotik, bela diri, komputer, sempoa, bahasa Inggris, dan sebagainya– mereka sedang mengisi waktu anak dengan kegiatan bermanfaat, daripada hanya menonton televisi, utak atik gadget, atau sekedar main-main sendiri di rumah. 

Kegiatan ekstrakurikuler/les memang banyak manfaatnya: bisa mengembangkan kemampuan dan keterampilan anak, menumbuhkan percaya diri anak, anak bisa bertemu banyak orang baru dan menambah teman. Namun yang perlu diperhatikan, jangan sampai orang tua terlalu membebani anak dan jadwal menjadi terlalu padat. Saat ini tidak jarang seorang anak balita memiliki jadwal yang padat, setiap hari ada jadwal les, selalu tampak on the go, in a rush dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya, atau yang biasa disebut over-scheduling child. Bahkan saya pernah dapat klien anak yang ikut 10 les! Bayangkan padatnya waktu anak, kapan istirahatnya? Kapan bermainnya? Di sekolah sampai siang dan pulang sekolah les, sehari bisa 1-2 les, Sabtu dan Minggu pun ada jadwal les.

Untuk anak usia prasekolah dan taman kanak-kanak, sebenarnya lebih cocok dan butuh kegiatan unstructured dan free time, seperti gambar corat coret sendiri (bukan harus ikut les gambar), bermain petak umpet, kejar-kejaran di taman, masak-masakan, domikado, berperan jadi koboi, atau permainan lain yang diciptakan sendiri. Permainan yang simple dan tujuannya hanya untuk bersenang-senang, itu juga penting lho sebenarnya. 

Studi menunjukkan jika waktu anak terlalu penuh terjadwal dengan kegiatan terstruktur, imajinasi dan kreativitas bisa jadi kurang berkembang. Anak yang sedari kecil terlalu banyak kegiatan pengayaan atau les juga jadi lebih mudah stress, dan saat remaja menjadi terlalu bosan karena sudah burnout. Anak butuh waktu tenang untuk sekedar main dan mengobrol bersama orang tua, terutama anak balita. Di waktu-waktu inilah attachment dan hubungan positif terjalin, yang nantinya bisa mencegah timbulnya masalah perilaku. Orang tua juga dapat membantu anak eksplorasi tentang diri sendiri dan mengembangkan self-awarenessnya, seperti apa yang ia suka-tidak suka, perasaan-perasaannya, keinginan-keinginannya. 

Jadi penting buat orang tua untuk jaga keseimbangan. Sebaiknya sebelum usia sekolah dasar, hanya 1-2 les saja dengan jadwal seminggu sekali dan waktunya tidak terlalu lama. Ajak anak memilih les yang ingin ia ikuti. Kasih kesempatan ikut trial dan jika tidak suka, tidak perlu diteruskan. Namun jika ia sudah memilih, harus diselesaikan minimal 1 tingkat. Dengan begitu anak juga belajar untuk bertanggung jawab dengan pilihannya. Saya berpendapat lebih baik fokus pada 1-2 kegiatan namun berkembang secara matang, daripada ikut berbagai les tapi hanya di permukaan saja. Terakhir, jangan sampai anak diikutkan les ini itu karena keinginan orang tua ‘dulu saya mau les ini atau ingin bisa itu tapi tidak kesampaian’  atau untuk ego orang tua ‘anak saya bisa A, B, C, D lho 

Anak tidak perlu bisa di segala bidang kan? Happy child is more important than super-able child. Make sure your child knows that you love them for who they are, not for what they can do :)

No comments:

Post a Comment