Tuesday, June 10, 2014

Belajar jadi orang tua yuk!

Menjadi orang tua itu memang susah ya.. tidak ada sekolah formalnya, tidak ada kurikulum bakunya, tidak ada guru standarnya, tidak ada periode masuk dan lulusnya a.k.a belajar dan ujiannya seumur hidup.. orang tua belajarnya mesti secara otodidak, cari tahu sendiri kesana sini. Beberapa kali orang bilang sama saya "enak ya kamu kan psikolog, pasti anaknya beres deh" wowww.....memang sih sangat membantu punya pendidikan psikologi, tapi psikolog juga manusia kaliiii, ya pasti bakal ada salah-salahnya juga. Malah jadi lebih suka merasa bersalah kalau melakukan hal yang saya tahu secara 'teori' berpotensi kurang baik bagi perkembangan anak.

Misalnya saja soal nonton televisi. Seharusnya anak di bawah usia 2 tahun belum diperbolehkan nonton televisi sama sekali, karena fokusnya harus lebih pada pengembangan keterampilan motorik kasar dan motorik halus mereka, yang tidak akan optimal bila anak terbiasa hanya duduk pasif menonton televisi. Televisi pun hanya menyediakan dunia gambar dua dimensi, sementara anak perlu mengenal lingkungannya secara langsung agar dapat membentuk pemahaman tiga dimensi terhadap obyek dan ruang. Pergantian gambar yang cepat juga diasosiasikan dengan gangguan konsentrasi pada anak. Nyatanya, dari Ara usia 6 bulan saya sudah mengenalkan Ara pada televisi, dan bahkan sebelum itu ia sudah pernah melihat2 video dari smartphone saya. Alasannya karena waktu itu Ara bakal merengek-rengek bila ditinggal sendiri (tapi bisa tenang jika nonton) sementara saya harus masak atau ke kamar mandi atau beres-beres. Padahal tidak ada yang bisa diminta jaga Ara karena tidak punya asisten rumah tangga. Sekarang sih saya sudah punya art, tapi sulit juga melepaskan Ara dari televisi karena itu adalah cara yang hampir selalu berhasil untuk membuat dia mau menghabiskan makanannya. Memang sih saya membatasi durasi, memilihkan channel, dan memastikan saya atau mba Juni menemani Ara nonton..tapi tetap saja rasa bersalah itu tidak hilang dan akhirnya merasionalisasi, "ah kalau menonton televisinya ditemani kan malah bisa jadi media edukasi" atau "ah dulu saya juga nonton dari kecil dan baik-baik saja" atau "ah yang penting kan dalam sehari masih lebih banyak kegiatan non-televisinya".

Lho jadi panjang membahas televisi ya.. oke balik yuk ke ide awal, bahwa jadi orang tua itu harus selalu mau belajar. saya rasa sih tidak akan pernah ada yang bisa bilang 100% siap untuk jadi orang tua, tapi saat sudah mendapat status itu, belajar tentang asah, asih, asuh anak jadi mutlak supaya tidak sekedar trial-error. Jadi teringat slogan salah satu iklan ya.. "Buat anak kok coba-coba?" :D buat saya, orang tua itu ga boleh sok tau atau merasa selalu benar, tapi justru harus buka diri selebar-lebarnya sama macam-macam informasi. Biar ga pusing, bertahap saja sesuai kebutuhan. Waktu anak kita masih 1 tahun ya ga perlu lah baca buku soal mengasuh anak remaja..

Dari tahu hamil sampai sekarang Ara 16 bulan, ini beberapa topik yang sering saya browsing di internet atau beli buku-bukunya:

Perkembangan Anak
Info seputar developmental milestones (keterampilan, kemampuan atau perilaku yang umumnya ditunjukkan anak di usia tertentu), misalnya, kapan sih 'normal'nya anak mulai senyum, duduk, merangkak, jalan, bicara, lompat, tumbuh gigi, kenal bedanya laki-laki dan perempuan, dll. Kenapa saya kasih tanda kutip? karena tetap perlu diingat bahwa pertumbuhan dan perkembangan tiap anak unik, ada yang lebih lama dan lebih cepat. 'Normal' disini artinya, sebagian besar anak mengalami atau menunjukkan perilaku spesifik tertentu di periode usia tersebut. Bahkan ada juga yang rentang periodenya memang besar, contohnya berjalan, anak yang melangkah pertama di usia 10 atau 16 bulan masih bisa dikategorikan normal..

Penting banget lho untuk tau seputar perkembangan ini, mulai dari fisik motorik, sosial emosional, kognitif dan bahasa, karena kita jadi punya bayangan apa yang selayaknya berkembang dan harus melakukan apa untuk menstimulasi, sama biar bisa antisipasi (karena tidak semua perkembangan sifatnya menyenangkan hehe). Misalnya nih ya, akhir-akhir ini Ara tuh lagi nempeelll banget sama mamanya. Kadang sama papa & kakek neneknya aja ga mau digendong, mamanya cuma ke kamar mandi diikutin dan gedor-gedor pintu; mamanya hilang sedikit dari pandangan bisa merengek... mau kerja juga jadi susah karena kalau main pun Ara selalu maunya ada mamanya. Nah, kalau ga tau bahwa dia lagi dalam masa 'separation anxiety' bisa jadi bakal pusing atau ngerasa tingkah laku Ara ini annoying banget. Tapi karena punya informasi kalau ini adalah fase yang normal (and it can happen in overnight) jadi woles aja dan tahu apa yang harus dilakukan. Papa dan kakek neneknya pun perlu dikasih informasi supaya mereka ga ngerasa ditolak.

Tadi dah disinggung ya kalau perkembangan tiap anak ada temponya sendiri-sendiri. Tapiii.. ada saat-saat kritikal yang patut menjadi 'warning signs' buat orang tua, dimana jika anak belum menunjukkan suatu perilaku saat mencapai usia tertentu tandanya terjadi penyimpangan dan sebaiknya orang tua konsul ke ahli. Wah, gimana deteksinya? Bisa dengan isi KPSP "Kuesioner Pra Skrining Perkembangan". Silahkan buka http://tumbuhkembang.net/alat/kuesioner-pra-skrining-perkembangan-kpsp/ nanti disana ada penjelasan cara isi dan cara bacanya. Deteksi dini ini penting supaya bisa cepat dilakukan intervensi kalau memang ternyata ada hambatan dalam perkembangan. Orang tua tidak perlu malu untuk meminta bantuan terapis, konselor, atau psikolog, dan awal dari semua itu adalah mengakui bahwa memang ada keterlambatan perkembangan. Kalau orang tua denial, biasanya malah perkembangan anak semakin terlambat.

Jadi ingat salah satu cerita seorang teman yang konsul ke saya. Ada sepupunya yang sudah berusia 19tahun (iya tahun, bukan bulan) tapi belum bisa baca tulis, belum paham konsep2 seperti angka dan warna, belum mengenal uang, tidak bisa pakai telepon, bahkan komunikasi sehari-hari dan instruksi yang sederhana pun sulit ia pahami. Selama ini ia tidak bersekolah dan tidak ada kegiatan khusus di rumah. Sedih banget waktu dengarnya, orang tuanya entah tidak peduli atau tidak mau mengakui anaknya bermasalah karena malu. Sangat disayangkan ya :( Ini adalah contoh ekstrim, tapi seandainya saja orang tuanya mau membuka diri dan konsultasi, tentu akan ada langkah2 penanganan untuk membantu kualitas hidup anak itu.

Stimulasi 
Topik lain yang paling sering saya cari adalah seputar permainan dan kegiatan untuk stimulasi perkembangan sesuai usia anak. Kalau dalam perdebatan nature vs nurture, saya termasuk golongan interaksionis. Saya percaya bahwa sebagus apapun genetik dan blueprint anak, kalau tidak mendapat lingkungan yang kondusif dan stimulasi yang tepat, potensinya ya tidak bakal jadi nyata. Dari lahir, setiap kali saya berinteraksi sama Ara, saya selaluuu ngoceh ini itu, anggap aja dia sudah ngerti. Deskripsiin yang dia lakuin "oooo... Ara lagi liat ke dinding ya? ada apa disana? wah ada kupu-kupu.. warnanya merah... kupu-kupu punya sayap lho, jadi dia bisa terbang.."  atau yang kita lakuinn "ra, lihat nih.. mama lagi potong-potong buah semangka. warnanya merah, ada bijinya kecil-kecil warna hitam. rasanya manisss.. enak deh.." Mau lagi makan, lagi mandi, lagi ganti baju, lagi di mobil, lagi apa aja deh, pokoknya ngoceehhh... nanti lama-lama Ara ngerti sendiri dan ikut2an ngoceh deh.. Tiap hari, Ara juga pasti ada waktu untuk baca buku, nyanyi, dan permainan. Permainan (ada interaksi dengan orang lain) seringkali lebih bermanfaat daripada anak hanya dikasih mainan.. Untuk anak usia dini, permainan paling baik jika dilakukan dengan benda-benda konkrit yang bisa ia manipulasi (lihat, dengar, sentuh, kecap, cium), bukan sekedar gerakan ujung2 jari (baca: games di handphone). 

Alhamdulillah, saat ini perkembangan Ara terbilang cepat dibanding usianya. Ia sudah bisa menyebut nama panggilan dan nama lengkapnya, nama panggilan mama-papa-oma-opa-eyang2-om-tantenya; sudah tahu (nunjuk dan bilang) banyaakkk binatang, anggota tubuh, warna2, beberapa bentuk, beberapa sayur dan buah, sama objek sehari2 yang ada di rumah. Konsep2 seperti atas-bawah, kiri-kanan, besar-kecil, apung-tenggelam juga sudah dikenal Ara. Ia dah bisa bilang maunya apa dan minta sesuatu, suka ngoceh dan nyanyi, sama seperti jadi beo karena cepet banget niruin apa aja yang dia dengar (mau kata baik atau buruk, makanya harus hati2 banget sekarang kalau ngomong depan Ara).. ga semua ocehan dia bisa dimengerti sih, tapi kalau saya dan orang-orang terdekatnya yang biasa bareng dia bisa lah ngerti 90% (terutama kalau dibantu sama bahasa tubuhnya) :)

Disiplin dan cara membentuk perilaku anak yang positif  
Pengalaman waktu jadi guru TK dan SD dulu benar-benar buktiin bahwa perilaku orang tua itu berpengaruh besar sama perilaku anak. Kalau anaknya bermasalah, pasti ada yang salah dengan proses interaksi antara anak dan orang tua. Jadi kalau mau anaknya berubah, orang tuanya juga harus berubah. Topik seputar ini misalnya "attachment parenting", "kebiasaan-kebiasaan orang tua yang menghasilkan perilaku buruk anak", dan "disiplin positif untuk anak usia dini". Nanti kapan2 post cerita Ara yang terkait topik ini ya, buat post baru aja karena bisa panjang hehe ^^

Topik-topik lain
Di samping 3 topik di atas itu, saya cari informasi sesuai apa yang terjadi sama Ara saat itu, misalnya tentang penyakit roseola, tumbuh gigi, tantrum, dll. Kadang ada juga topik-topik yang ga kepikiran untuk cari sendiri dan belum kejadian sama Ara, tapi jadi tau informasinya karena ada post di akun2 yang di follow atau ada teman yang share link2..

Ini ada beberapa referensi yang menurut saya oke banget ^^

Twitter:
@AnnaSurtiNina
@24hrParenting
@drtiwi
@droei

Website:
www.babycenter.com
www.whattoexpect.com
www.teachpreschool.org
www.playathomemomllc.com
http://www.parentree.in/Blogs/767-how-can-parents-use-multiple-intelligence

Buku:
"Mengapa Anak Saya Suka Melawan dan Susah Diatur? 37 Kebiasaan Orang Tua yang Menghasilkan Perilaku Buruk pada Anak" oleh Edy Wiyono. Penerbit PT Grasindo. 2014.

"Parenting with Heart: Menumbuhkan Anak dengan Hati" oleh Elia Daryati & Anna Farida. Penerbit Kaifa. 2014.

"Peony's Busy Book: Art is Fun" oleh Amelia Hirawan. Penerbit PT Elex Media Komputindo. 2014.

"Child's Play: Permainan dan Aktivitas Montessori untuk Bayi dan Batita Anda" oleh Maja PitamicPenerbit Pustaka Pelajar. 2013.  

"Anak Sehat: 100 Solusi Dr. Tiwi: Panduan Lengkap Kesehatan Bayi 0-24 Bulan" oleh dr. I Gusti Ayu Nyoman Partiwi. Penerbit Erlangga. 2011.

Seri Cerdas bersama Dr. Sears
"Menggendong Anak itu Perlu: Mematahkan Mitos-mitos Pengasuhan Anak"
"Memahami Anak 'Rewel': Mengasuh Anak dengan Kebutuhan Tinggi"
Penerbit Buah Hati. 2009.

"Positive Parenting: Raising Healthy Children from Birth to Three Years" oleh Alvin Eden. Hatherleigh Press. 2007.

Semoga bermanfaat ya...
Oia, kalau sudah dapat suatu informasi, jangan lupa di share ke pasangan, kakek-nenek, dan pengasuh..supaya perlakuan ke anak bisa konsisten dan lebih mantab lagi stimulasinya ^^

No comments:

Post a Comment